Sunday, June 18, 2017

Strategi Membangun Kekayaan Tanpa Riba Part2

PERTANYAAN 2
MAMPUKAH ANDA MENDAHULUKAN DIRI ANDA?

Mbak Hima dan mas Saud adalah pasangan suami istri yang memiliki beberapa
bisnis yang cukup besar, di antaranya konveksi dan properti. Ketika pertama
kali bertemu saya, dia bercerita bahwa bisnisnya telah gulung tikar, dan
meninggalkan utang total Rp. 17 milyar. Semua hartanya tergadai. Bukan saja
rumah miliknya, rumah milik orang tua dan saudara-saudaranya juga terancam
kena sita. Utangnya tersebar ke berbagai pihak dari mulai dari bank, BPR, supplier,
sampai kepada teman-teman dan karyawannya sendiri. Semua telah habis, yang
tersisa hanyalah setumpuk masalah kronis. Beliau bekata bahwa harta yang kini
dimilikinya tinggal cincin kawin di jari manisnya.

Suatu saat, mbak Hima dan mas Saud datang untuk yang ke sekian kalinya ke
kantor saya untuk minta saran. Dalam waktu dekat, beliau harus segera pulang ke
kampung halaman. Bukan untuk kangen-kangenan dengan keluarga, melainkan
untuk menemui banyak orang yang sedang menunggu pertanggungjawabannya.
Orang tuanya terdesak. Ada puluhan pihak yang mengancam akan menjebloskan
Mbak Hima dan suaminya ke penjara jika utang tak segera diselesaikan. Masalah
mereka sudah masuk ke ranah hukum, sementara jumlah yang harus diselesaikan
sangat besar.

Esok hari, uang tunai dua miliar lebih harus tersedia. Hingga malam sebelumnya,
Mbak Hima hanya berhasil memperoleh utang dari temannya sebesar Rp. 50 juta.
“Bagaimana saya harus menghadapi semua ini, Pak? Saya tidak tahu bagaimana
mengatur uang yang hanya sedikit ini.” Keluh Mbak Hima tanpa semangat..

”Dari uang 50 juta itu, bayarlah diri sendiri dulu. Sisanya, bayarkan kepada para
penagih utang itu.”

Mendengar saran saya, Mbak Hima bingung. Bagaimana tidak, 50 juta rupiah
itu jauh dari sekedar cukup untuk para penagih. Mengapa jumlah itu harus juga
dipotong untuk diri sendiri. Bagaimana mungkin? Apakah ini tindakan yang
benar?

Ya. Itulah yang harus dilakukan. Saya meminta Mbak Hima menyisihkan 5 juta
rupiah untuk disedekahkan. ”Temui orang-orang termiskin di kampung Mbak,
dan bagikan kepada mereka dengan tangan sendiri. Kemudian, sisihkan lagi 5
juta rupiah untuk ditabung. Selanjutnya, sisihkan beberapa juta untuk keperluan
anak-anak. Mungkin mereka perlu sekedar diajak untuk jalan-jalan.”

Saya sampaikan ke Mbak Hima, seberat apapun masalah kita, usahakan jangan
sampai menyentuh anak-anak. Usahakan agar mereka menikmati hidup seperti
biasa, dan tetap bergembira. Jika mereka gembira, maka kita akan gembira.
Anak-anak adalah energi yang luar biasa bagi orang tuanya. Urutan terakhir,
bayarkan uang yang masih ada kepada para penagih. Berapapun yang bisa kita
bayarkan, bayarkan saja.

Utang yang melilit seseorang tidak datang dengan tiba-tiba. Ada proses
panjang yang terjadi sebelumnya. Seperti ketika hendak sakit, lazimnya
didahului dengan dengan berbagai gejala. Sayangnya, banyak orang yang
tak peduli dan mengabaikan gejala-gejala itu. Mereka baru sadar dan kaget
ketika sudah jatuh terlalu dalam.

Mbak Hima yang sudah tidak bisa berfikir jernih memilih untuk mengiyakan.
Dua hari berikutnya, sekitar jam 11 malam, Mbak Hima menghubungi saya
melalui telepon. Rupanya Mbak Hima bersama suaminya sedang keluar masuk
perkampungan, dan menemui orang-orang yang sangat miskin di daerahnya.
Mereka membagi-bagikan sedekah dari uang yang disisihkan itu. Dengan isak
tangis Mbak Hima bercerita bahwa dia sangat bersyukur. Di tengah kesulitan
yang menghimpit, beliau masih bisa menolong orang lain. Ternyata Allah swt
masih begitu sayang kepadanya.

Beliau kemudian berjanji tidak akan menyerah, bertekad akan segera bangkit,
dan ingin berbuat lebih banyak untuk orang lain. Saya bisa merasakan, saat itu
keyakinan mbak Hima dan mas Saud tumbuh luar biasa. Tidak ada lagi ketakutan
dan kesedihan terdengar dalam suaranya. Yang ada hanyalah keyakinan.
Hiduplah dekat dengan tetangga dan orang-orang miskin di sekitarmu
Mendahulukan diri sendiri berarti menyisihkan sebagian dari penghasilan
untuk diri sendiri, sebelum dialokasikan untuk keperluan lain. Mendahulukan
diri sendiri berarti menempatkan sedekah dan tabungan di urutan pertama dan
kedua, sebelum keperluan lain. Mengapa? Mari kita cermati bersama.

Dalam keadaan normal sekalipun, sebelum Anda menerima penghasilan, daftar
pengeluaran sudah antri jauh-jauh hari. Kebanyakan orang mendahulukan
belanja kebutuhan konsumsi keluarga, melunasi tagihan, mengangsur utang, dan
sebagainya, baru memikirkan tabungan dan sedekah. Faktanya, menempatkan
tabungan dan sedekah setelah membayar keperluan lain adalah hal sulit.

Ah, nanti kalau naik gaji saya mau menabung. Nanti kalau dapat bonus, saya
mau sedekah. Ternyata, laju pengeluaran jauh lebih cepat dari penghasilan.
Selalu saja ada yang harus dibayar. Dengan kata lain, diri kita tidak pernah
sempat dapat bagian.

Jika Anda ingin menjadi orang kaya, begitu memperoleh penghasilan—
berapapun jumlahnya—dahulukanlah diri Anda lebih dulu sebelum membayar
orang lain. Ini prinsip dasar. Dan kita harus mampu melakukannya. Membayar
diri sendiri lebih dulu berarti bertanggung jawab kepada diri sendiri sebelum
bertanggung jawab kepada orang lain. Karena dengan bertanggung jawab
kepada diri sendiri, Anda bisa bertanggung jawab kepada Allah swt, kemudian
bertanggung jawab kepada orang lain. Mengabaikan tanggung jawab kepada
diri sendiri adalah awal dari pengabaian tanggung jawab Anda kepada Allah swt
dan kepada orang lain.

Jadi, ingat. Begitu menerima penghasilan, ada 4 pos yang harus Anda pastikan
terisi. Di sana ada tiga pos yang harus Anda keluarkan untuk diri sendiri, dan
1 pos untuk selain diri Anda. Yang saya maksud dengan penghasilan adalah
penghasilan pribadi, bukan perusahaan. Jika Anda karyawan, maka penghasilan
Anda adalah gaji. Jika Anda pemilik perusahaan, uang yang Anda ambil untuk
keperluan pribadi disebut penghasilan pribadi. Apakah Anda melakukannya?

Dari penghasilan perusahaan, yang pertama kali harus Anda bayar adalah diri
Anda dulu. Jika Anda mengambilnya setelah semua pembayaran lain dilakukan,
maka Anda tidak akan pernah kebagian uang perusahaan Anda sendiri.
Karyawan saja bisa menikmati uang perusahaan melalui gaji. Anda juga bekerja
untuk perusahaan, bukan? Jadi, biasakan menggaji diri Anda sendiri. Pastikan,
berapa rupiah yang harus Anda terima dari perusahaan untuk keperluan pribadi.
Ini WAJIB. Banyak orang bisa menggaji orang lain tetapi tidak bisa menggaji diri
sendiri.

Anda dan keluarga berhak atas perusahaan. Banyak yang lupa. Perusahaan
dibangun untuk melayani keluarga Anda, bukan keluarga Anda yang melayani
perusahaan. Dari penghasilan pribadi inilah Anda bisa mulai mengisi empat pos
yang saya maksud.

Pos 1 : Sedekah minimal 10% dari penghasilan
Alokasi yang pertama pertama adalah Giving atau sedekah. Saya sarankan,
minimal 10% dari total penghasilan pribadi. Kita sudah bahas, mana yang
disebut dengan penghasilan pribadi. Alokasikan minimal 10% untuk sedekah
dalam keadaan apapun. Dalam keadaan lapang ataupun sempit. Bersedekah
saat sempit memang bukan hal mudah, apalagi di tengah belitan utang. Tapi
tahukah Anda, justru di sinilah rahasia yang sesungguhnya. Kita sedang berbicara
tentang rahasia iman dan rahasia kekayaan, yang akan membuat keadaan kita
jauh lebih baik dari hari ini.

Di dunia ini, tak ada satu agama dan satu bangsapun yang berpendapat bahwa
sedekah akan mengurangi harta kita. Sebaliknya, keyakinan bahwa sedekah
justru akan melipatgandakan harta dan memberikan kelapangan hakiki lazim
berlaku. Menyampaikan sedekah dengan tangan sendiri kepada orang yang
membutuhkan akan menghidupkan hati kita. Hati yang hidup akan senantiasa
dipenuhi optimisme. Selanjutnya, optimisme akan menghadirkan energi positif
untuk berbagai kreatifitas, keberanian mengambil keputusan, dan prasangka
baik saat menghadapi kesulitan. Jadi, sedekah pada hakikatnya adalah membayar
diri sendiri, untuk kepentingan kita sendiri.

Rasulullah saw bersabda, “Bersedekahlah kalian, karena sedekah bisa
menambah harta dalam jumlah yang banyak. Bersedekahlan kalian, maka
Allah akan menyayangi kalian.”~ Al Wasail 6:255 hadith ke-11 ~

Pos 2 : Menabung minimal 10% dari penghasilan
Fungsi utama dari tabungan ini adalah uang yang disimpan sebagai dana
investasi. Begitu kita melihat ada peluang investasi, dana ini baru dikeluarkan.
Jadi 10% yang Anda alokasikan ini adalah untuk tabungan investasi. Bukan uang
yang Anda kumpulkan untuk yang lain, apalagi untuk hura - hura.

Begitu memperoleh income (penghasilan), berapapun besarnya, maka yang
harus Anda lakukan adalah memotong 10% nya untuk Tabungan Invetasi. Ingat!
Tabungan investasi ini adalah tiket Anda untuk menjadi kaya di masa depan.
Mentalitas orang kaya adalah mentalitas investasi. Hidup ini bukan untuk
dilewatkan begitu saja untuk konsumsi. Orang pintar menggunakan sebagian
besar waktu dan hartanya untuk investasi.

Ya. Investasi adalah ciri orang kaya, ciri orang pintar. Investasi adalah syarat
mutlak bagi semua manusia untuk bisa hidup kaya. Jadi, tabungan investasi
adalah prioritas utama, yang wajib dialokasikan lebih dulu. Bukan sisa-sisa
penghasilan, karena memang nyaris tak akan ada sisa. Jika begitu menerima
income Anda memilih membayar orang lain lebih dahulu, maka yakinlah
bahwa Anda tak akan pernah bisa menabung. Ketika Anda memutuskan untuk
membeli baju baru atau ganti handphone, sebenarnya Anda memilih membayar
untuk orang lain terlebih dahulu. Anda membayar penjual baju dan penjual
handphone. Barang-barang baru itu tak akan membuat Anda menjadi kaya
yang sesungguhnya. Anda tak akan pernah bisa momotong sekian persen pun
dari income Anda untuk tabungan investasi maupun giving.

Orang dengan mentalitas kaya sangat sadar betapa pentingnya membayar diri
sendiri terlebih dahulu. Dia pasti memotong income untuk tabungan investasi
dan giving sebelum membayar utang, memenuhi kebutuhan rumah tangga,
atau untuk keperluan keluarga. Membayar diri sendiri dahulu adalah sebuah
konsep, konsep yang sedang kita bangun untuk masa depan.

Tabungan investasi dan sedekah akan menjadi magnet yang bisa menaikkan
income. Coba dan buktikan. Tabungan investasi akan menjadi kekuatan dahsyat
yang bisa menarik uang untuk masuk ke pundi-pundi kita. Begitu pula sedekah,
bagi saya terbukti menjadi magnet dan bisa menarik income yang jauh lebih
besar. Maka, dalam kondisi apapun, sedekah atau giving mutlak dilakukan.
Tabungan Anda akan bekerja seperti magnet
Penjelasannya sederhana. Jika setiap bulan kita rutin mengulung 10 % dari
income untuk tabungan investasi, maka dalam lima tahun tabungan itu sudah
mencapai enam kali lipat dari income bulanan kita. Dengan jumlah yang cukup
besar itu, kita bisa menginvestasikannya begitu ada peluang menarik.

Dengan kata lain, tabungan investasi membuat kekayaan kita bertambah, karena
kita selalu siap jadi investor. Bayangkan ketika ada peluang, Anda tidak punya
uang cash. Bukan tak mungkin Anda akan tergoda berutang, bahkan disertai
riba. Jika investasi Anda menguntungkan, maka jejak riba akan tetap ada dalam
uang Anda. Sebaliknya, jika Anda gagal, maka jahatnya riba siap menyergap dari
berbagai penjuru.

Lain halnya jika Anda punya tabungan investasi. Dana selalu tersedia dalam
keadaan segar, siap dipakai kapanpun tanpa mengganggu pos-pos yang lain.

Pos 3 : Alokasi pelayanan keluarga
Lazimnya, tujuan orang membangun bisnis adalah memberikan kehidupan
baik untuk keluarganya. Kenyataannya, banyak juga yang justru ”kehilangan”
keluarga gara-gara bisnis. Perusahaan gagal melayani keluarga, bahkan keluarga
dituntut untuk melayani perusahaan. Perusahaan tidak menjadi mesin pencetak
uang, tetapi berkembang menjadi mesin pencetak masalah. Saya masih ingat,
betapa sesak rasanya, melihat keluarga ikut jadi korban bisnis yang salah kelola.

Padahal, posisi keluarga tidak tergantung pada kondisi perusahaan, sedang
untung atau rugi. Yang harus dibangun adalah kesadaran kita, bagaimana
menempatkan perusahaan dan keluarga pada posisi yang selayaknya. Saya
mengajak Anda untuk selalu membayar diri Anda sendiri. Alokasikan gaji untuk
diri Anda sendiri, sebelum membayar yang lain. Meskipun perusahaan merugi,
toh Anda tetap harus mengusahakan gaji untuk karyawan. Nah, mengapa Anda
tidak bisa mengusahakan untuk diri Anda sendiri?

Daripendapatan yang Anda peroleh tadi, setelah dipotong sedekah dan
tabungan investasi, pos berikutnya adalah pos untuk keluarga. Pastikan bahwa
keluarga Anda memiliki kehidupan. Jangan sampai Anda menzalimi mereka.

Saat keuangan perusahaan baik, Anda lupa untuk membangun keluarga. Saat
keuangan perusahaan semrawut, keluarga Anda ikut terseret dalam masalah.
Pastikan, dalam kondisi perusahaan seperti apapun, keluarga Anda dalam
keadaan yang baik. Stabilitas keluarga adalah energi yang sangat besar bagi
Anda untuk membangun apapun, demikian pula sebaliknya.

Pos untuk keluarga disesuaikan kebutuhan, tidak selalu berupa persentase.
Pastikan Anda nyaman dan keluarga terlayani dengan baik. Pos untuk keluarga
ini hendaknya cukup membuat anak-anak kita memiliki kehidupan yang baik,
cukup rekreasi, kehormatan, dan keceriaan.

Keluarga seharusnya menjadi pelanggan nomer satu di mata semua
pengusaha.

Pos 4 : Necessity
Inilah pos terakhir. Necessity adalah kebutuhan kita sehari-hari, mulai dari
konsumsi rumah tangga, membayar berbagai tagihan, utang, dan segala rupa
pengeluaran yang tidak termasuk dalam sedekah, tabungan investasi, maupun
pelayanan keluarga. Necessity adalah pos yang paling tidak terkendali. Pos inilah
yang paling sering membuat kita terperosok, bahkan kehilangan kehidupan.
Tantangan kita yang sesungguhnya adalah mengendalikan pos necessity agar
tetap bisa kita bayar setelah sedekah, tabungan investasi, dan pelayanan
keluarga.

Dalam kondisi keuangan seperti apapun, baik atau buruk, pos necessity harus
tetap berada di urutan terakhir. Inilah hakikat dari membayar diri sendiri terlebih
dahulu. Tanpa konsep ini, tidak akan pernah tersisa uang untuk diri kita sendiri.
Padahal, untuk membangun kekayaan, kita harus menggunakan uang yang kita
alokasikan untuk diri kita sendiri. Dengan uang sendiri, setiap langkah yang kita
ambil adalah langkah merdeka, lepas dari segala bentuk tekanan dari manapun.

Rule No.1: Never lose money.
Rule No.2: Never forget rule No.1.
~ Warren Buffett ~

Membayar diri sendiri adalah sebuah disiplin, sebuah mentalitas. Seperti apapun
keadaan Anda, sebesar atau sekecil apapun penghasilan Anda, sebanyak apapun
utang Anda saat ini, yakini dan jalankan konsep ini dengan disiplin. Konsep 4
pengeluaran inilah yang memastikan Anda bisa membangun kekayaan, dan
Anda akan menikmati kehidupan yang kaya. Berapapun penghasilan Anda,
jika Anda tidak disiplin membayar diri sendiri, maka kemungkinan besar Anda
sedang menanam kemiskinan, dan akan berakhir dengan hidup miskin.

Pos necessity dan pelayanan keluarga adalah tanggung jawab Anda terhadap
hari ini. Tabungan investasi adalah bentuk tanggung jawab kita untuk hari esok.
Tanpa membangun hari ini, kita tidak akan pernah memiliki hari esok. Sedekah
adalah tanggung jawab kita terhadap hari akhir, sebuah hari paling penting
dalam perjalanan kita menuju Allah swt. Apapun yang kita lakukan di dunia
ini akan sia-sia jika ternyata kita tidak memiliki kehidupan yang sesungguhnya,
yakni kehidupan setelah kita mati.

Tahukah Anda? Banyak orang terjebak oleh tanggung jawab terhadap hari ini
saja, dan lupa bahwa sesungguhnya kita juga harus memenuhi tanggung jawab
terhadap hari esok, terlebih hari akhir.

Dengan empat pos itu, kita jadi lebih mudah melihat, mana yang sebenarnya
menuntun kita membangun kekayaan, mana yang menjebak kita ke dalam
kemiskinan.

Apakah 4 pos itu mudah?
Menerima penghasilan adalah bagian yang sangat menyenangkan dalam
pekerjaan. Uang di tangan, berada di dalam kekuasaan kita. Apakah kita
penguasa yang bermental miskin atau kaya? Apakah kita bisa dengan tegas
memotong 3 pos pertama, atau tergiur untuk mendahulukan pos ke-4?

Bagi sebagian orang, disiplin melakukan giving sangat berat. Perlu kesungguhan
dan keyakinan untuk bisa sedekah setiap kali menerima penghasilan. Jika angka
10% dianggap terlalu berat, sedekah bisa dilakukan dari angka paling kecil.
Bulan berikutnya, angka itu harus meningkat dua kali lipat. Demikian seterusnya
setiap bulan, hingga mencapai angka 10%.

Pak Tomo yang berprofesi sebagai office boy dengan berpenghasilan satu juta
per bulan tentu merasa berat jika harus bersedekah dan menabung masing-masing
seratus ribu. Karenanya, Pak Tomo bisa memulainya dari angka sepuluh
ribu, dan meningkat terus di bulan berikutnya, hingga mencapai dua ratus ribu.
Manusia itu makhluk ajaib. Pembelajar alami. Jika dia bisa hidup dengan sejuta
per bulan, maka dengan disiplin berlatih, dia akan bisa hidup dengan delapan
ratus ribu saja. Mungkin beberapa keinginannya harus ditangguhkan, namun
dia memiliki hati yang lapang karena sedekah, dan mentalitas kaya karena
punya tabungan investasi. Anda mau mencoba? Begitu memulainya, Anda akan
segera merasakan energinya, dan ketagihan melakukannya.

Anda akan merasakan nikmatnya displin bersedekah. Dalam keadaan lapang
atau susah, jika seseorang meyakini hukum kekekalan energi, sedekah tetap
akan dilakukannya.

Saat bangkrut, penghasilan saya hanya berasal dari menjual barang yang
masih tersisa. Proyek sudah tidak ada, semua macet. Sebuah buldozer saya jual
dengan harga 1 miliar rupiah. Ketika saya hendak memotongnya untuk sedekah
dan tabungan investasi, banyak teman dan anak buah protes. Kondisi keuangan
perusahaan sangat lemah. Ada teman menyatakan bahwa membayar utang
hukumnya wajib, sedangkan sedekah itu sunnah. Jadi saya harus bayar utang
dulu.

Tunggu!
Utang saya 62 miliar. Penghasilan saya 1 miliar. Kalau uang itu saya gunakan
untuk bayar utang, berapa ”sisa” utang saya? Nyaris tak bergeser. 61 miliar
rupiah itu masih saja besar. Kalau saya mati, saya tetap punya utang sejumlah
itu, sementara saya dan keluarga tidak punya bekal apa-apa.

Jadi yang saya lakukan dengan penghasilan Rp 1 miliar itu adalah memotongnya
10% untuk tabungan investasi, dan 20% untuk sedekah. Uang saya sisa Rp 700
juta. Alokasi berikutnya adalah keperluan keluarga dan necessity lain. Di dalam
necessity itu tercakup utang yang bisa saya bayar, yaitu Rp. 500 juta. Dengan
demikian, utang saya jadi Rp 61,5 miliar. Memang sangat besar. Tetapi setidaknya,
jika saya mati besok, saya punya amal baik karena bersedekah. Begitulah cara
saya berfikir. Sederhana saja.

Lebih jelasnya, alokasi penghasilan saya yang Rp. 1 miliar adalah:
Sedekah Rp. 200 juta
Tabungan Rp. 100 juta
Keluarga Rp. 50 juta
Necesity Rp. 650 juta
Tetap melayanianak-anak dikala tersulit sekalipun
Dalam kondisi apapun, saat terlilit utang sebesar apapun, mengatur income
adalah mutlak. Inilah yang disebut Money Management. Memotong penghasilan
untuk giving dan tabungan investasi tetap harus dilakukan. Ini berlaku bagi
siapapun yang ingin membangun kekayaan yang sesungguhnya.

Saya tegaskan lagi, sebelum utang-utang kita angsur, dan kebutuhan keluarga
dialokasikan, sisihkan dulu sebagian dari income untuk sedekah dan tabungan
investasi. Ingat, yang kita sisihkan untuk sedekah dan tabungan ini bukan
sekedar catatan, tetapi uang cash. Memotong penghasilan untuk tabungan
investasi dan giving bukan masalah hitung-hitungan kalkulatif. Kesediaan
dan disiplin melakukannya persoalan mindset dan mentalitas. Jika Anda biasa
menghabiskan seluruh penghasilan, maka sebesar apapun kelipatan yang Anda
terima pasti akan habis juga.

Tabungan investasi disimpan untuk keperluan investasi dan bukan untuk
keperluan yang lain
Sekali Anda mengambil tabungan investasi untuk keperluan selain investasi,
maka Anda tak akan pernah punya tabungan investasi. Misalnya, Anda telah
bekerja sepuluh tahun. Dengan sekian persen yang Anda sisihkan setiap bulan,
kini simpanan tabungan investasi Anda ada Rp 1 milyar. Sekali saja Anda
mencuilnya untuk selain investasi, walau Rp 2 juta saja misalnya, maka dalam
waktu kurang dari dua tahun, seluruh tabungan investasi Anda akan habis!

It’s all about your mentality. Mentalitas menyunat tabungan investasi sendiri
adalah mentalitas orang miskin. Jadi, stop mencari dalih untuk menggerogoti
tabungan, dan menilap sedekah. Kebiasaan berinvestasi adalah kunci
membangun kekayaan yang sesungguhnya. Sebagian orang berpendapat
bahwa membangun kekayaan berbanding lurus dengan besarnya penghasilan.
Jika penghasilan kita besar, maka kita akan kaya. Faktanya, banyak orang yang
dulu berpenghasilan luar biasa besar kini hidup dalam kemiskinan. Sebaliknya,
banyak juga pengusaha besar yang mengawali usahanya dari gerobak dorong
di kaki lima.

Orang yang belum merdeka secara ekonomi kemungkinan besar belum
merdeka dalam kehidupan.

Menjadi kaya atau miskin berbanding lurus dengan cara kita memperlakukan
uang, bukan jumlah digitnya. Membangun kekayaan berarti kemampuan kita
mengeksekusi 4 mesin kecerdasan ini dengan benar :

1. Meningkatkan penghasilan
Teman saya lulusan jurusan Akuntansi dari sebuah perguruan tinggi
ternama di Jakarta. Awalnya, dia bekerja sebagai profesional di perusahaan
perbankan. Setelah mencapai karier puncak di usia yang relatif masih muda,
ia memutuskan untuk mendirikan perusahaan kontraktor. Tahun 2003,
berdirilah perusahaannya, dengan modal awal sebesar Rp 25 juta. Perlahan
namun pasti, perusahaan itu berkembang. Pada tahun 2005, aset perusahaan
melonjak menjadi Rp 750 juta. Setahun berikutnya, asetnya berkembang
pesat hingga Rp 1,5 miliar. Rupanya, teman saya itu sangat pandai menaikkan
income. Tahun 2007, asetnya naik dua kali lipat, menjadi Rp 2,9 miliar. Dia
mulai membuka cabang di sejumlah tempat, dan jumlah karyawan pun
bertambah. Pada tahun 2008, dia membukukan aset sebesar Rp 5 miliar, dan
tahun 2009 ditutupnya dengan aset Rp 14 miliar.

Fantastis? Tunggu dulu!
Suatu ketika dia mendatangi saya dan meminta nasihat. “Saya dipandang
kaya oleh banyak orang. Padahal, yang saya rasakan justru sebaliknya. Begitu
usaha membesar, saya mulai kesulitan. Untuk sekedar menuju break event
point pada setiap bulannya, saya harus berjuang habis-habisan. Meski aset
banyak dan penghasilan banyak, kewajiban yang harus saya tanggung juga
besar. Jangankan untung berlipat, BEP saja sangat susah.”

Begitulah pengakuannya ketika bertemu saya pertengahan 2010 yang lalu.
Dia memprediksi, jika kondisi itu dibiarkan berlarut-larut, perusahaannya
akan ambruk dan tutup dalam satu atau dua tahun ke depan. Ternyata, dia
banyak menggunakan uang dari orang-orang yang disebutnya “investor”.

Untuk “investasi” itu, mereka membebankan bunga tetap antara 2% - 5%,
bahkan ada yang sampai 15%.

Miris sekali. Keadaan seperti ini sering saya temui di kalangan pengusaha
kita. Bahkan untuk mendefinisikan istilah “investor” pun banyak yang salah.
Investor bukan pihak yang meminjamkan modal dengan konsep bunga
tetap. Investor menyertakan modalnya dalam suatu usaha dengan konsep
bagi hasil dan bagi resiko. Pendek kata, yang dimaksud “investor” oleh teman
saya ini sebenarnya adalah rentenir. Sikap saya jelas. Rentenir adalah riba,
dan karenanya haram didekati.

Banyak orang yang datang kepada saya dengan kondisi seperti yang dialami
kontraktor itu. Mereka mampu mendapatkan income yang besar, namun
tidak mampu membangun kekayaan. Mereka berpikir bahwa besarnya
income adalah satu-satunya cara membangun kekayaan.

Salah besar!
Walaupun paham dan mampu meraup income yang besar, tanpa diimbangi
pengetahuan dan mentalitas kaya, akan percuma. Sebaliknya, kondisi
keuangan mereka akan semakin memburuk, hingga harus dikejar-kejar klien,
bahkan debt collector. Bisa jadi, semua paham bagaimana konsep menaikkan
penghasilan atau income. Semua orang mungkin tahu cara menaikkan
pemasukan, memacu penjualan, atau mengumpulkan klien yang banyak.
Income juga bisa berasal dari gaji, pemberian dari orang lain, bahkan warisan.
Namun tingginya penghasilan tidak serta merta membuat kita menjadi lebih
kaya. Ada 3 mesin kecerdasan lain yang harus kita bangun.

2. Menabung
Tidak semua orang bisa menabung, berapapun besar atau kecilnya
penghasilan mereka. Menabung atau tidak bukan persoalan besar atau
kecilnya penghasilan, tetapi persoalan pemahaman seseorang tentang uang,
tentang membangun kekayaan. Menabung adalah perilaku wajib dimiliki
oleh orang yang ingin membangun kekayaan. Menabung adalah sebuah
perilaku yang pasti dimiliki oleh orang kaya. Nah, sekarang lihat rekening Anda!

Mungkin Anda menyamakan tabungan dengan dana cadangan, yang bisa
Anda ambil ketika diperlukan. Misalnya untuk biaya rumah sakit, atau sekedar
jalan-jalan mengantar teman yang mendadak datang. Bukan uang cadangan
seperti itu yang saya maksud. Tabungan yang saya maksud di sini adalah
tabungan yang kita persiapkan hanya untuk investasi. Jika kita merasa perlu
mengumpulkan uang untuk keperluan lain maka gunakan tabungan yang
lain. Orang yang tidak terbiasa menabung tidak terbiasa berinvestasi. Dalam
banyak hal investasi membutuhkan uang yang cukup, dan mengandung
resiko. Berhasil itu resiko, gagal juga resiko. Anda tak ingin terjerat utang dan
riba karenanya. Jadi, pastikan hanya tabungan investasi yang Anda gunakan
untuk investasi.

3. Berinvestasi
Bertindak ketika ada peluang bagus, itulah hakikat investasi. Ini juga masalah
karakter. Orang yang tak pernah berpikir tentang investasi tak akan bisa
melihat peluang sebagus apapun. Dia cenderung menghabiskan uang yang
dimiliki seberapapun besarnya. Orang yang memiliki mindset investasi akan
selalu bertemu peluang yang bagus, karena dia melihatnya.

Dengan uang segar di tangan, Anda akan bisa melihat peluang investasi
dengan optimis namun cermat. Anda tidak perlu membabi buta cari untung,
karena uang yang Anda gunakan bukan uang utangan yang harus Anda cicil
setiap bulan berikut bunganya.

Investasi adalah sebuah pola pikir dan perilaku. Perilaku biasa berinvestasi
ini membuat orang semakin kaya yang sesungguhnya. Penghasilannya akan
semakin bertambah dari investasi yang dia lakukan. Itulah mengapa orang
kaya akan menjadi semakin lebih kaya. Orang yang terbiasa berinvestasi pasti
terbiasa menabung, dan menghargai uang yang dimilikinya.

4. Simplicity
Simplicity adalah menjaga gaya hidup sederhana, hidup semurah mungkin,
menghindari cara hidup boros. Mengapa banyak orang yang pintar
meningkatkan penghasilannya, tetapi tetap tidak bisa menabung? Karena
begitu penghasilannya meningkat, gaya hidupnya ikut meningkat, bahkan
dua kali lebih cepat. Mentalitas seperti ini tak pernah mengantarkan orang
menjadi lebih kaya.

Simplicity sangat vital dalam membangun kekayaan. Tanpa simplicity,
penghasilan yang Anda peroleh hanya akan cukup untuk membayar gaya
hidup Anda. Anda terlihat kaya, namun kejatuhan hanyalah soal waktu. Tanpa
simplicity, kaya yang sesungguhnya hanya sebuah angan-angan.

Hidup itu sederhana, manusia sendiri yang membuatnya menjadi rumit.


Baca Juga :