Thursday, June 29, 2017

Strategi Membangun Kekakayan Tanpa Riba part7

PERTANYAAN 7
SEBERAPA CERDAS ANDA MENGGUNAKAN DAYA UNGKIT?

Membangun kekayaan yang sesungguhnya selalu berawal dari dalam diri.
Berulang kali kita yakinkan diri bahwa kaya dan miskin adalah karakter. Jadi,
apakah kita hendak jadi manusia kaya atau miskin, mentalitas itulah yang
menentukan.

Setelah selesai dengan diri kita, dengan mentalitas kita, kini saatnya melangkah
keluar. Tahap ini hanya bisa dimanfaatkan secara optimal oleh orang yang sudah
berhasil membangun karakter kaya dalam dirinya. Jadi, setiap tindakan yang
diambilnya adalah tindakan orang-orang yang bermental kaya. Bagaimana
karakter orang kaya yang saya maksud, kita sudah membahasnya hingga
pertanyaan 6. Jadi, harapan saya, mentalitas kaya mulai Anda miliki saat ini, dan
Anda bisa mencoba melakukan leverage. Anda siap? Let’s hit it!

Makna utama dari leverage adalah menggunakan energi dari luar diri kita untuk
membangun kekayaan. Energi dari luar itu bisa berupa modal orang lain, tenaga
orang lain, keahlian orang lain, dan sebagainya. Makna bahasa dari leverage
adalah pengungkit.

Anda pasti tahu dongkrak. Saat mengganti ban, Anda perlu dongrak untuk
mengungkit body mobil yang biasanya berat. Ya, persis! Leverage bisa kita
artikan sebagai daya ungkit. Ketika kita tak bisa mengandalkan tenaga sendiri
untuk mengangkat beban yang berat, maka kita perlu bantuan pengungkit.
Hasilnya, beban yang semula berat jadi bisa kita angkat.

Dalam membangun kekayaan, kita mutlak membutuhkan leverage. Leverage
adalah adalah kunci utama yang menentukan seberapa tinggi kita akan terbang.
Coba Anda perhatikan. Semua orang kaya yang ada di dunia ini menggunakan
leverage dalam membangun bisnis mereka. Tidak ada bisnis yang bisa dibangun
tanpa menggunakan leverage. Nah, masalahnya, seberapa besar dan seberapa
cerdas kita menggunakannya, berbeda satu sama yang lain. Kecerdasan inilah
yang akan menentukan seberapa ringan beban akan kita angkat.

Ketika dibangun pertama kali, Balimuda menggunakan leverage, dan ketika
harus bangkit dari keterpurukan juga menggunakan leverage. Jenis leverage
yang digunakan untuk dua keperluan itu berbeda. Saat pertama kali dibangun,
leverage yang digunakan Balimuda adalah utang bank; ketika bangkit Balimuda
menggunakan leverage yang lain, yaitu uang partner atau investor. Perubahan
leverage ini terjadi karena pada saat bangkit tak ada satupun bank yang mau
memberikan pinjaman kepada Balimuda. Leverage memungkinkan Balimuda
memiliki perkebunan kelapa sawit di beberapa lokasi pada hari ini.

Setelah pelanggan membeli dari Anda, Anda harus mencari cara untuk
meningkatkan ukuran penjualan, dan dengan sendirinya
meningkatkan profitabilitas~ Brian Tracy ~

Jelas, jika saya membangun Balimuda dengan kekuatan dan modal sendiri,
entah berapa puluh tahun saya perlukan hanya untuk sekedar bangkit dari
keterpurukan hutang sebesar Rp. 62 milyar tanpa aset memadai. Mengenang
situasi saat itu masih membuat meremang. Balimuda benar-benar terjepit.
Lebih sesak lagi, beberapa kredit macet membuat akses kami ke perbankan
juga tertutup. Belum lagi debt collector yang terus mengejar saya, perusahaan,
bahkan keluarga, dengan berbagai cara. Situasi sangat mencekik. Tapi kami
sadar sepenuhnya, hanya ada satu pilihan: Balimuda harus bangkit.

Di titik kritis inilah Balimuda yang selama ini dibangun dengan menggunakan
modal bank harus memikirkan cara lain. Intinya, kami harus mencari leverage
bentuk lain yang masih bisa digunakan. Balimuda mencanangkan cita-cita
untuk membangun bisnis perkebunan kelapa sawit, setelah sebelumnya hanya
berperan sebagai kontraktor. Kami perlu daya ungkit untuk bangkit dan kembali
membangun.

Tidak mudah memang. Tapi setelah berjuang, usaha demi usaha mendekati
pemain perkebunan ternama di dunia untuk berpartner dengan Balimuda
akhirnya menunjukkan hasil. Leverage terbukti menjadi energi luar yang tidak
terbatas. Permasalahan utang memang tidak serta merta selesai. Banyak yang
harus diselesaikan dengan negosiasi panjang dan masih terus berproses dalam
jangka panjang. Namun demikian, di sisi lain Balimuda bisa kembali membangun
kehidupannya dengan skala bisnis yang justru lebih besar dari sebelumnya.

Jadi, leverage adalah energi yang ada diluar, yang bisa membantu kita meraih
semua impian. Ada tiga macam leverage yang perlu kita ketahui:

1. Other People’s Money atau OPM
Yang lazim terjadi, kendala yang dihadapi sebagian besar pengusaha saat
membangun bisnis adalah permodalan. Uang tunai adalah unsur yang sangat
penting dalam memulai dan mengembangkan bisnis. Sayangnya, masalah
inilah yang paling sering membuat langkah pengusaha jadi tidak leluasa
bergerak. Solusinya jelas: segera mengusahakan suntikan modal.
Dari mana modal berasal? Sumber modal hanya ada dua: modal sendiri
atau dari pihak lain. Modal milik sendiri mungkin lebih luwes dan nyaman
digunakan, tapi yang sering terjadi adalah terbatasnya dana. Lantas,
bagaimana dengan modal dari pihak lain? Modal dari pihak lain terbagi ke
dalam dua kategori, yaitu dari utang dan investasi.

Utang juga leverage yang bermanfaat. Sayangnya, terlalu banyak pengusaha
yang jatuh justru karena terlalu mudah memperoleh utang. Kredit yang terlalu
mudah membuat kita bodoh. Kejatuhan karena utang yang tidak terkendali
bukan saja menimpa perusahaan kecil, bahkan perusahaan besar dan negara
sekalipun. Yunani, misalnya, bisa jatuh karena utang yang mereka miliki tidak
terkontrol.

Perbankan konvensional menerapkan konsep utang murni dengan
bunga yang harus dibayar, tanpa peduli apakah usaha Anda berjalan
sebagaimana mestinya, atau mengalami kesulitan, atau bahkan bangkrut.
Jika harus menggunakan perbankan sebagai leverage, maka pastikan Anda
menggunakan perbankan syariah dengan konsep kerja sama dan bagi hasil
yang adil bagi kita. Banyak rekan saya yang mengeluhkan besarnya bunga
jika menggunakan perbankan syariah. Ini pemahaman yang keliru. Perbankan
syariah tidak menerapkan bunga atau riba pada semua transaksinya. Yang
mereka terapkan adalah bagi hasil. Artinya, bank akan mendapatkan bagi
hasil yang besar ketika usaha bagus, dan merekapun akan menanggung
resiko ketika usaha mengalami kesulitan. Demikian juga pihak pengusaha,
besar dan kecil hasil yang kita terima tergantung pada kondisi usaha. Adil
bukan?

Konsep lain menggunakan uang yang bukan milik kita adalah equity deal,
atau mencari investor. Melibatkan investor sebagai leverage sering kita
dengar, tapi prakteknya tidak sepopuler menggunakan utang. Mengapa?
Karena sebagian besar orang berfikir bahwa mencari investor sangat sulit.
Anggapan ini benar untuk sebagian orang, tetapi tidak benar untuk sebagian
yang lain, karena uang ada di mana-mana dan jumlahnya besar sekali. Semua
uang itu mencari tempat yang cocok untuk berkembang melalui investasi,
dan mencari deal yang bagus! Sementara di sisi lain, banyak pengusaha yang
kebingungan mencari uang untuk modal pembangunan bisnis mereka. Inilah
jurang pemisah yang harus kita pahami. It’s not about lack of money, it’s about
lack of good deal!

Ada beberapa hal yang jika kita bisa menyediakannya, maka orang-orang
akan berdatangan untuk menginvestasikan uangnya di bisnis kita. Itulah
yang saya sebut dengan good deal!

Investor yang paham betul investasi atau investor pro menuntut tingkat
kepastian tertentu. Mereka Investor yang paham betul investasi atau
investor pro menuntut tingkat kepastian tertentu. Mereka ingin memastikan
bahwa uangnya akan kembali; mereka mencari good deal. Investor pro
mengambil keputusan berdasarkan intelektualitasnya, sedangkan investor
amatir memutuskan berdasarkan emosinya. Investor pro memutuskan
investasi berdasarkan pertimbangan yang tepat, sedangkan investor amatir
berinvestasi karena tertarik pada cerita orang yang menawarkan peluang
investasi tersebut.

Orang yang fokus untuk tidak kalah akan selalu berpikir, bagaimana dia
bisa mempertahankan uangnya—agar tidak habis atau hilang. Setiap
gerakan yang dilakukannya adalah untuk bertahan hidup, atau survival.
Inilah karakter khas orang miskin

Bisnis saya ini sudah saatnya berkembang, tapi kok ya susah dapat tambahan
modal. Mau mengajukan pinjaman ke bank tidak mungkin, karena saya masih
punya tunggakan cicilan. Mungkin malah nama saya sudah masuk daftar
hitam. Bagaimana ini? Investor susah sekali dicari! Kalaupun ada, kerjaannya
cuma tanya ini itu lalu susah saya hubungi lagi.

Pernahkah Anda mengalami kondisi seperti itu? Anda sulit menemukan
investor yang bersedia menanamkan uangnya di bisnis Anda. Beberapa calon
investor yang Anda temui bahkan tidak tertarik untuk membuka analisa
keuangan yang Anda sodorkan, dan bersikap dingin ketika Anda membahas
perkiraan keuntungan. Dia justru bersemangat mengajak Anda berbincang
tentang kelinci-kelinci anggora koleksinya. Intinya, calon investor itu tak
segera berkata ”deal!”

Seperti itulah investor pro bekerja. Anda ingat? Investor pro mengambil
keputusan berdasarkan intelektualitasnya dan berdasarkan pertimbangan
yang sangat hati - hati. Dan untuk investor yang sudah berpengalaman, dia
tidak perlu waktu lama untuk menentukan apakah sebuah bisnis itu layak
atau tidak.

Investor pro selalu mencari celah, yang mungkin tidak terlihat oleh pemilik
bisnis itu sendiri, atau oleh investor amatir. Kepentingannya adalah
memastikan bahwa uangnya akan kembali, memastikan bahwa bisnis yang
akan dia biayai itu bisa berjalan dengan baik. Jadi, jika kita ingin memperoleh
Hot Button Investor, maka kita harus berpikir sebagaimana investor tersebut
berpikir.

Sebelum kita belajar berpikir dan bertindak sebagaimana investor pro, Anda
perlu tahu bahwa uang yang tersedia dan siap manjadi piranti leverage Anda
sangat melimpah. Di Indonesia, banyak dana investasi yang dimiliki berbagai
lembaga pemerintah dan swasta, dan selalu mencari tempat yang tepat untuk
menanamkannya. Jika jeli, Anda akan menemukan potensi dana segar di :

• Berbagai institusi pemerintah maupun swasta
• Modal ventura (penyertaan modal oleh perusahaan tertentu)
• Berbagai yayasan
• Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)
• Dan sebagainya.

Jadi, dari aneka institusi yang bertebaran di Indonesia, nyaris semua memiliki
cadangan dana untuk diinvestasikan. Mereka mencari bisnis yang memang
layak dibiayai, semua ingin mengeluarkan uangnya, agar berkembang di
tangan Anda. Kita sama sekali tidak kekurangan uang. Sebaliknya, uang yang
siap digulirkan sangat melimpah.

Investor lain yang tak kalah potensial dan menyediakan dana melimpah
adalah adalah investor perorangan. Ada 4F + 1P yang bisa kita jadikan
investor:
Founder. Pemilik perusahaan, dalam hal ini Anda sendiri. Demi mengungkit
bisnis, Anda bisa mengeluarkan uang pribadi sebagai modal.
Family. Kita bisa mengajak anggota keluarga, kerabat dekat dan jauh untuk
menjadi investor.
Friend. Perhatikan, adakah teman yang potensial untuk menjadi investor
Anda?
Fool. Orang yang punya uang, namun tak punya keahlian investasi.

Dari empat investor personal ini, tiga F yang pertama bersedia investasi
karena mereka menyukai Anda. Demi bisnis Anda, besar kemungkinan Anda
rela mengeluarkan uang pribadi. Sementara itu, family dan friends mungkin
percaya pada kebaikan Anda, atau kasihan kepada Anda dan ingin membantu
Anda. Bagaimana dengan F yang ke empat? Dia adalah jenis orang yang mau
berinvestasi karena menyukai cerita Anda. Jika Anda pandai mempromosikan
bisnis yang hendak berkembang, dengan prospek bagus dan tingkat
keutungan tinggi, fool ini tidak akan sabar untuk mengeluarkan uangnya
untuk Anda.

Bisa jadi, memperoleh dana dari 4F ini lebih cepat dan pragmatis. Jika
menemukan orang yang tepat, yang menyukai Anda atau cerita Anda, dana
untuk leverage akan segera mengalir ke rekening Anda. Sayangnya, uang yang
segera cair tidak berbanding lurus dengan pengetahuan yang Anda peroleh
tentang investasi yang benar. Jadi Anda tidak memperoleh pengalaman
belajar yang istimewa, yang akan membuat Anda cerdas mencari investasi
sebagai leverage dan cerdas sebagai investor. Lain halnya jika Anda Anda
bertemu dengan investor pro (1P).

Perdagangan itu seperti langit. Mataharinya adalah kepercayaan dan
bulannya adalah kebenaran ~ Baha’ullah, pendiri agama Baha’i ~

Para investor pro memutuskan dengan intelektualitas dan naluri bisnis yang
tajam. Mereka biasa bersikap skeptis dan pesimis. Mereka juga tak suka coba coba.
Jika mengiyakan sebuah deal, mereka biasa menambahkan catatan catatan
untuk menjamin bahwa bisnis tersebut layak.
Karenanya, Anda tak perlu patah hati. Sikap mereka itu bertujuan untuk
memastikan bahwa bisnis yang akan dibiayai bakal berjalan. Hanya dengan
berpikir dengan pola pikir investor pro, kita bisa tahu apa yang mereka
inginkan. Dengan memberikan apa yang mereka inginkan, maka berapapun
dana yang Anda butuhkan sudah di tangan.

Berikut adalah 3 pertanyaan yang selalu diajukan oleh investor pro. Tugas
Anda adalah memastikan bahwa dia memperoleh jawaban yang logis.
• Apakah deal Anda ini memang benar-benar layak dibiayai? Yang ditanyakan
oleh investor pro adalah proyeknya itu sendiri, apakah memang bisa
berjalan dengan baik, dilihat dari berbagai sudut pandang si investor.
• Apakah Anda layak dibiayai? Yang dilacak investor pro adalah track record
Anda. Apakah Anda layak dipercaya? Apakah Anda berpengalaman dalam industri tersebut?
Apakah Anda bisa membuat keberhasilan bisnis ini
terwujud? Can you make it happen?
• Apakah resikonya bisa dibiayai? Mereka tahu bahwa semua investasi ada
resikonya. Mereka ingin memastikan bahwa resiko terburuk sekalipun bisa
ditanggung dan tidak membuat para investor kesulitan.

Jika Anda bisa memastikan bahwa jawabannya sesuai dengan pola pikir
mereka, maka... Selamat! Anda bukan hanya berhasil memperoleh investasi,
tapi juga berbakat menjadi investor pro itu sendiri!

Para investor pro memutuskan dengan intelektualitas dan naluri bisnis
yang tajam. Mereka biasa bersikap skeptis dan pesimis. Mereka juga tak
suka coba-coba.

Selanjutnya, selain mengajukan 3 pertanyaan mendasar itu, ada beberapa
pertanyaan yang lazim dijadikan acuan oleh investor pro, sebelum
menyatakan deal atau tidak terhadap sebuah bisnis:
1. Apa yang bisa terjadi dengan bisnis ini nanti?
2. Show me your track record. Siapakah Anda, bagaimana kredibilitas Anda
di dunia bisnis?
3. Mengapa Anda butuh uang saya? Buat siapa uangnya? Untuk keperluan
Anda, untuk mengembangkan binis, atau membuat bisnis baru?
4. Apakah Anda bisa mewujudkan rencana Anda? Jika Anda berkata
peluangnya adalah 10 gerai dalam 5 tahun ke depan, bisakah terjadi?
Bagaimana caranya?
5. Siapa yang mengkonsep bisnis ini? Siapa saja yang ada dalam tim
manajemennya, siapa saja direksinya, siapa orang yang ada di belakang
bisnis Anda?
6. Siapa yang akan menjalankannya? Siapa yang memimpin operasional
bisnis ini nanti? Siapa saja timnya?
7. Apakah mungkin ide Anda ini bagus, tapi membuat perusahaan bangkrut,
atau ide Anda sebenarnya biasa-biasa saja, tapi membuat perusahaan
menangguk untung?
8. Be clear with Break Even Point. Seberapa mudah BEPnya?
9. Apa yang Anda sembunyikan? Apa yang tidak saya tidak ketahui?
10. Apakah (selain tambahan modal) Anda sedang mengalami masalah
dengan bisnis ini?
11. Stay focus. Apakah Anda fokus pada bisnisnya atau pada produknya?
Apakah Anda menawarkan produk yang sangat bagus namun tidak akan
laku karena sebab tertentu?

Setiap investor juga memiliki aturan sendiri. Aturan saya untuk investasi adalah:
saya tidak akan menginvestasikan lebih dari 30% dari uang tunai yang saya
miliki. Investasi bukan pekerjaan perorangan, bukan pekerjaan emosional.
Investasi adalah pekerjaan tim, dan pekerjaan logika rasional. Pikirkan apa
yang tidak terlihat, apa yang tersembunyi. Jangan mudah tersentuh oleh
cerita drama yang dibawa oleh pebisnis, demikian pula tawaran keuntungan
fantastis dalam waktu singkat.

Ingat, sesuatu yang menyentuh nafsu dasar kemanusiaan kita—ingin banyak
dalam waktu cepat—adalah awal kejatuhan yang nyata. Apalagi jika ada uang
riba terlibat di sana. Apapun yang Anda peroleh hanya membawa keburukan.

Selanjutnya, sebagai pebisnis yang sedang mengusahakan tambahan modal
sebagai leverage bisnis, ada beberapa hal yang bisa Anda jadikan panduan
untuk menghadapi unvestor :
1. Pent up demand—investor menghendaki sesuatu yang tingkat
kepastiannya sangat tinggi. Sudah ada permintaan yang jelas. Bukan
permintaan pasar, tetapi order yang jelas sangat menarik investor. Jika
kita memiliki order yang sudah di tangan, inilah langkah awal untuk
membuat para investor mengeluarkan uangnya untuk membiayai
deal kita. Investor tertarik dengan pent up demand. Banyak pebisnis
mendatangi investor dengan mengajukan konsep yang wah, sementara
pasar yang hendak menyerap produknya belum ada. Jangan lakukan itu.
Sell it before you build it! Carilah order dulu, pastikan bahwa produk Anda
nanti jelas pasarnya, baru dibuat. Jangan pernah menciptakan produk,
kemudian Anda sendiri bingung mau dijual ke mana. Investor selalu ingin
kepastian, hingga ke detail yang bahkan Anda tidak melihatnya.

2. Manajemen. Siapa yang akan menjalankan bisnis ini. apakah mereka
adalah orang yang telah memiliki track record dan telah terbukti bisa
menjalankan proyek yang kita rencanakan? Jika orang-orang yang dikenal
terpercaya masuk ke dalam sebuah tim, maka inilah langkah kedua.
Ini langkah yang lebih dalam untuk membuat investor mengeluarkan
uangnya untuk deal yang kita tawarkan. Pastikan bahwa Anda adalah
orang yang tepat di mata investor. Carilah orang-orang terpercaya
dan berkualitas untuk proyek Anda, yang akan membuat angka-angka
yang Anda harapkan itu terwujud. Pastikan Anda memiliki talent yang
terpercaya, yang tidak hanya akan membuat investor percaya kepada
Anda, tetapi juga akan membuat Anda percaya diri dalam menjalankan
proyek Anda.
3. Entry barrier. Seberapa banyak orang bisa masuk ke dalam bisnis yang
Anda tawarkan? Semakin sedikit yang bisa masuk semakin menarik bagi
investor. Jika sebuah bisnis bisa digarap oleh banyak orang, maka pasar
akan mudah berubah. Ini berarti ancaman terhadap seluruh rencana
yang Anda buat sendiri.
4. Seberapa sederhana Anda bisa menjelaskan hubungan antara keuntungan
dan resikonya? Usaha pengeboran minyak, misalnya. Untuk memperoleh
1 lubang minyak, Anda harus menggali 100 lubang. Keuntungan dari
1 lubang itu memang sangat besar, tapi resiko kerugian juga besar.
Jika Anda bisa menawarkan bisnis yang bisa memangkas resiko-resiko
semacam itu, maka investor akan mengejar Anda.

Jadi, dalam dunia bisnis sama sekali tidak kekurangan uang. Sebaliknya, uang
yang ada di sekeliling kita dan siap diinvestasikan sangat banyak, hingga tak
terbatas. Banyak uang beredar di luar sana, dan uang itu sedang mencari
tempat untuk diinvestasikan. Kita sudah belajar menciptakan good deal
dengan berpikir sebagaimana investor pro berpikir. Dan yang membuat
kesempatan ini menjadi lebih mudah, di antara investor yang sangat banyak
itu, Anda hanya perlu SATU investor saja untuk membuat bisnis Anda berjalan
sebagaimana Anda inginkan.

Dan jika Anda berhasil dengan investor pertama, maka investor berikutnya
sudah menanti. Sebaliknya, jika Anda gagal dengan investor pertama,
Anda punya pengalaman besar yang akan membuat Anda belajar. Dan kali
berikutnya, Anda lebih jeli. Kali berikutnya, peluang itu milik Anda. Tidak
ada lagi alasan untuk menyentuh riba. Menggunakan utang dengan konsep
riba atau bunga berbunga sebagai piranti leverage adalah bencana. Begitu
uang kita terima, kita sudah mengawali bisnis dengan ancaman kehancuran
yang pasti. Kalaupun ada keuntungan dari bisnis itu, maka yang kita peroleh
adalah kekayaan semu, yang sama sekali tidak mendatangkan keberkahan.
Banyak cara bisa kita lakukan untuk menghindari riba, mengapa harus
menggadaikan diri ke uang riba?

Mungkin sebagian orang merasa terpaksa menerima tawaran rentenir
sebagai daya ungkit karena mereka tidak menemukan investor yang tepat.
Lantas, mengapa banyak investor tertarik untuk menanamkan uangnya
pada sebuah usaha tertentu? Mengapa investor tak mudah mengiyakan
sebuah tawaran investasi dari perusahaan yang baru dikenalnya? Inilah yang
menjadi pekerjaan rumah Anda untuk mempelajarinya. Temukan Hot Button
Investor. Temukan sesuatu yang menggerakkan mereka untuk menanamkan
uangnya pada deal yang kita tawarkan. Apa yang saya maksud mewakili kata
”percaya”. Bagaimana agar investor itu mempunyai rasa percaya yang tinggi
kepada deal yang kita tawarkan. Bagaimana investor yakin bahwa bisnis yang
menyerap dana mereka itu bakal menghasilkan keuntungan.

Kisah Warren Buffett yang emoh mempertaruhkan uang 100 dollar-nya
dalam pertandingan golf memberikan pelajaran kepada kita, bahwa investor
itu bukan petaruh. Mereka jeli menilai bisnis yang Anda tawarkan. Bagi
investor yang sudah berpengalaman, memilih bisnis yang akan menjadi lahan
investasinya bukan perkara sulit. Di sisi lain, Anda juga harus jeli menawarkan
bisnis yang benar-benar punya peluang bagus. Keberhasilan sebuah investasi
yang Anda tawarkan akan membuka jalan bagi investasi selanjutnya. Investor
akan mulai percaya kepada Anda. Dengan demikian, Anda tak akan pernah
kehabisan amunisi saat perusahaan memerlukan daya ungkit.

Sebenarnya, kehadiran investor bukan saja penting bagi perusahaan. Dalam
membangun negara pun, peran investor juga sangat besar. Negeri Cina bisa
berkembang pesat hingga sekarang karena orang-orang kaya dari luar negeri
berduyun-duyun ke sana dan menanamkan investasinya. Banyak bidang
pembangunan yang sulit mengalami akselerasi tanpa bantuan investor.
Anggaran negara tentu dibagi-bagi untuk berbagai pos, sehingga sektor
tertentu yang dianggap bukan prioritas cenderung ditangguhkan.

Untuk membangun jalan tol, misalnya, sulit rasanya mengharapkan uang
negara. Karena itu, langkah strategis yang ditempuh adalah melibatkan
investor. Demi melihat peluang bisnisnya, investor segera datang beramai ramai
dengan dana yang tak terbatas. Jalan tol tersedia dalam waktu singkat,
investor memperoleh keutungan, pembangunan negara pun terbantu.
Simbiosis mutualisme.

Demikian pula dalam bisnis. Investasi adalah bagian krusial bagi sebuah bisnis
yang mulai perlu dana untuk berkembang. Bagi pebisnis, menggunakan
other people’s money sebagai leverage adalah sebuah keterampilan. Dan,
sebuah keterampilan adalah sesuatu yang bisa dipelajari dan dilatih. Orang
yang pandai berinvestasi, bisa dipastikan pandai mencari investor. Alasannya
sederhana: orang yang pandai berinvestasi sangat memahami cara berpikir
para investor. Dia tahu betul, bisnis seperti apa yang dikehendaki para
investor.

Di saat banyak orang mencari investor, banyak juga orang tidak menyukai
investor karena tidak ingin berbagi kepemilikan perusahaan. Saya juga
menginginkan beberapa bisnis saya tetap saya pegang kepemilikannya
100%. Namun pada bisnis tertentu seperti perkebunan kelapa sawit, saya
mencari investor untuk berpartner dengan saya. Menurut saya, memiliki 10%
tetapi senilai berlian jauh lebih baik daripada memiliki 100% senilai batu akik!

Anda pasti kenal Bill Gates. Dia sering disebut-sebut sebagai orang terkaya
di dunia. Anda tahu berapakah sahamnya di perusahaan Microsoft? Hanya
sekitar 8%! Tapi Anda juga harus ingat bahwa 8% yang dimiliki Bill Gates
itu adalah 8% dari omset Microsoft yang mencapai puluhan bahkan ratusan
triliun rupiah

2. Other People’s Time atau OPT
Perusahaan yang hanya dijalankan seorang diri akan berkembang dengan
jangkauan maksimal sesuai kapasitas yang dimilikinya. Dan kapasitas itu
sudah pasti terbatas, atau ada batasnya. Pebisnis besar dunia selalu memiliki
tim yang hebat, yang bisa membawa perusahaan melesat. Bisnis yang
digarap sendirian tak akan beranjak dari titik mulanya, bahkan lambat laun
akan tersisih. Apa pasal? Energi manusia itu terbatas, jadi dia perlu dukungan
manusia lain untuk saling mengisi.

Other people’s time! Itulah jenis leverage yang kedua. Leverage dengan strategi
other people’s time ini meliputi pemanfaatan tim yang hebat, relationship
skill, dan partner yang berkualitas. OPT juga bisa berupa kemampuan dalam
memanfaatkan konsultan, advisor dan sumber daya manusia yang bisa
membantu kita untuk mengembangkan bisnis. Dengan memiliki sumber
daya yang tangguh, maka di tangan Anda ada piranti leverage yang siap
mengungkit kesuksesan perusahaan.

Carilah talent yang akan membantu Anda melakukan percepatan dalam
membangun bisnis. Talent adalah orang yang benar-benar tahu apa yang
harus dilakukan. Cari tim yang bisa membantu kita, bahkan mengajari kita,
dan pelajari bagaimana caranya agar mereka loyal kepada perusahaan dan
selalu produktif.

3. Other People’s Network atau OPN
Menemukan leverage berupa jaringan orang lain atau OPN adalah energi yang
benar-benar luar biasa dahsyatnya. Ketika Balimuda bekerja sama dengan
investor, maka yang terjadi bukan sekedar kerjasama saling menguntungkan.
Mereka biasanya mengajak kita untuk masuk ke dalam jaringan mereka
yang luar biasa. Pada tahun 2009, ketika banyak orang kesulitan mencari
investasi untuk proyek perkebunan kelapa sawit, Balimuda justru sebaliknya.
Kami kesulitan menempatkan investasi dari berbagai investor yang ingin
menanamkan uangnya pada bisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Satu contoh sederhana agar Anda bisa menggunakan OPN dengan baik
adalah dengan menjawab pertanyaan berikut: Siapa target market bisnis
Anda? Jaringan siapa yang hari ini menyentuh target market kita?
Dua pertanyaan itu akan membantu kita untuk menemukan leverage OPN
yang luar biasa. Misalnya bisnis Anda adalah berjualan kerudung, dan model
kerudung yang Anda jual termasuk kategori desain yang disukai oleh ibu ibu.
Maka kemungkinan besar target market Anda adalah ibu- ibu pengajian.
OPN yang bisa Anda cari adalah majelis-majelis taklim yang ada disekitar
Anda. Majelis taklim yang memiliki ribuan jemaah bisa menjadi leverage,
dan bisa mendongkrak bisnis Anda dengan luar biasa, selama kita tahu cara
menerapkannya.

Untuk memanfaatkan jaringan orang lain, kita tak perlu kita mengenal
semua orang yang ada di organisasi yang bersangkutan. Kita hanya perlu
kenal beberapa orang saja, dan merekalah yang akan memainkan perannya
sebagai leverage kita dalam jaringan yang sudah mereka miliki.

Sekarang, coba perhatikan perjalanan bisnis para pengusaha sukses di
Indonesia maupun dunia. Mereka semua ternyata lihai dalam menggunakan
leverage berupa OPM, OPT, maupun OPN. Jadi, investasikan waktu Anda
untuk mempelajari dan menguasai ketrampilan menggunakan berbagai
leverage tersebut. Leverage memungkinkan Anda untuk mencapai apa yang
Anda impikan, sebesar apapun impian itu, dan memecahkan masalah yang
Anda hadapi, sebesar apapun tantangannya!

Kita tidak bertindak benar karena kemuliaan atau keistimewaan kita;
sebaliknya, kita mencapai kemuliaan dan keistimewaan karena kita sudah
bertindak benar ~ Aristoteles ~

Baca Juga :